Pengertian Forensik
Komputer
Forensik
komputer adalah suatu proses mengidentifikasi, memelihara, menganalisa,
dan mempergunakan bukti digital menurut hukum yang berlaku. Forensik
komputer yang kemudian meluas menjadi forensik teknologi informasi, masih
jarang digunakan oleh pihak berwajib, terutama pihak berwajib di
Indonesia.
Tujuan
Forensik Komputer
Di masa informasi bebas seperti sekarang ini, terjadi kecenderungan peningkatan kerugian finansial dari pihak pemilik komputer karena kejahatan komputer. Kejahatan komputer dibagi menjadi dua, yaitu computer fraud dan computer crime. Computer fraud meliputi kejahatan/pelanggaran dari segi sistem organisasi komputer. Sedang computer crime merupakan kegiatan berbahaya di mana menggunakan media komputer dalam melakukan pelanggaran hukum. Untuk menginvestigasi dan menganalisa kedua kejahatan di atas, maka digunakan sistem forensik dalam teknologi informasi.
Kasus
1
Pada
tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di bank melalui komputer sebagaimana
diberitakan “Suara Pembaharuan” edisi 10 Januari 1991 tentang dua orang
mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank swasta di Jakarta sebanyak Rp.
372.100.000,00 dengan menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut
dari teknologi komputer adalah berupa computer network yang kemudian melahirkan
suatu ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet.
Pada
kasus tersebut, kasus ini modusnya adalah murni criminal, kejahatan jenis ini
biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan.
Penyelesaiannya,
karena kejahatan ini termasuk penggelapan uang pada bank dengan menggunaka
komputer sebagai alat melakukan kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada
di Indonesia maka, orang tersebut diancam dengan pasal 362 KUHP atau Pasal 378
KUHP, tergantung dari modus perbuatan yang dilakukannya.
Bunyi
Pasal 362 KUHP
barang siapa dengan sengaja mengambil barang
yang sepenuhnya atau sebagian milik orang lain dengan melawan hukum maka
dihukum sebagai pencurian dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 th atau
denda paling banyak Rp. 900,00
Kasus
2 Tentang Pornografi :
Kasus
ini terjadi saat ini dan sedang dibicarakan banyak orang, kasus video porno
Ariel “PeterPan” dengan Luna Maya dan Cut Tari, video tersebut di unggah di
internet oleh seorang yang berinisial ‘RJ’ dan sekarang kasus ini sedang dalam
proses.
Pada
kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau
individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan
tersebut.
Penyelesaian
kasus ini pun dengan jalur hukum, penunggah dan orang yang terkait dalam video
tersebut pun turut diseret pasal-pasal sebagai berikut, Pasal 29 UURI No. 44 th
2008 tentang Pornografi Pasal 56, dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12
tahun. Atau dengan denda minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan atau Pasal
282 ayat 1 KUHP.
Pengaturan
pornografi melalui internet dalam UU ITE
Dalam
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga tidak ada
istilah pornografi, tetapi “muatan yang melanggar kesusilaan”.
Penyebarluasan muatan yang melanggar kesusilaan melalui internet diatur dalam
pasal 27 ayat (1) UU ITE mengenai Perbuatan yang Dilarang, yaitu;
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan.
Pelanggaran
terhadap pasal 27 ayat (1) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama
enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 milyar (pasal 45 ayat [1] UU
ITE).
Dalam
pasal 53 UU ITE, dinyatakan bahwa seluruh peraturan perundang-undangan yang
telah ada sebelumnya dinyatakan tetap berlaku, selama tidak bertentangan dengan
UU ITE tersebut.
Bunyi
pasal 29 UU RI NO. 44 tahun 2008 tentang pornografi:
Setiap orang yang memproduksi, membuat,
memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,
mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan
pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah).
Pasal
282 KUHP berbunyi:
Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui
isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan,
dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau
benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya
dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara
terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau
menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling
lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima
ratus rupiah.”Dari kabar yang beredar di Mabes Polri, bahwa Luna dan Tari sudah
menyandang predikat tersangka sejak beberapa hari lalu.
Sumber
: www.hukumonline.com
Kasus
3 Tentang Hacking :
Istilah
hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari
sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun
mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut
cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang
memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di
internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik
orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan
target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service).
Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash)
sehingga tidak dapat memberikan layanan.
Pada
kasus Hacking ini biasanya modus seorang hacker adalah untuk menipu atau
mengacak-acak data sehingga pemilik tersebut tidak dapat mengakses web
miliknya. Untuk kasus ini Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau
hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program
menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Bunyi
pasal 406 KUHP :
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum
menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang
sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
Kasus 4 Tentang Carding :
Carding,
salah satu jenis cyber crime yang terjadi di Bandung sekitar Tahun 2003.
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit
milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Para
pelaku yang kebanyakan remaja tanggung dan mahasiswa ini, digerebek aparat
kepolisian setelah beberapa kali berhasil melakukan transaksi di internet
menggunakan kartu kredit orang lain. Para pelaku, rata-rata beroperasi dari
warnet-warnet yang tersebar di kota Bandung. Mereka biasa bertransaksi dengan
menggunakan nomor kartu kredit yang mereka peroleh dari beberapa situs. Namun
lagi-lagi, para petugas kepolisian ini menolak menyebutkan situs yang
dipergunakan dengan alasan masih dalam penyelidikan lebih lanjut.
Modus
kejahatan ini adalah pencurian, karena pelaku memakai kartu kredit orang lain
untuk mencari barang yang mereka inginkan di situs lelang barang. Karena
kejahatan yang mereka lakukan, mereka akan dibidik dengan pelanggaran Pasal 378
KUHP tentang penipuan, Pasal 363 tentang Pencurian dan Pasal 263 tentang
Pemalsuan Identitas.
Bunyi
dari pasal 378 KUHP yang memuat tentang tindakan penipuan adalah sebagai
berikut :
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memakai nama/ keadaan palsu
dengan tipu muslihat agar memberikan barang membuat utang atau menghapus utang
diancam karena penipuan dengan pidana penjara maksimum 4 tahun.
Pasal
263 KUHP tentang pemalsuan surat yang berbunyi bahwa:
barang siapa membuat secara palsu atau
memalsukan sesuatu yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau suatu
pembebasan utang atau yang diperuntukkan sebagai bukti suatu bagi suatu
tindakan, dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakannnya
seolah-olah asli dan tidak palsu, jika karena penggunaan itu dapat menimbulkan
suatu kerugian, diancam karena pemalsuan surat dengan pidana penjara maksimum
enam tahun; diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja dengan
sengaja menggunakan surat yang isinya secara palsu dibuat atau yang dipalsukan
tersebut, seolah-olah asli dan tidak palsu jika karena itu menimbulkan
kerugian.
Kasus
5 Tentang Cybersquatting :
Cybersquatting
adalah mendaftar, menjual atau menggunakan nama domain dengan maksud mengambil
keuntungan dari merek dagang atau nama orang lain. Umumnya mengacu pada praktek
membeli nama domain yang menggunakan nama-nama bisnis yang sudah ada atau nama
orang orang terkenal dengan maksud untuk menjual nama untuk keuntungan bagi
bisnis mereka . Contoh kasus cybersquatting, Carlos Slim, orang terkaya di
dunia itu pun kurang sigap dalam mengelola brandingnya di internet, sampai
domainnya diserobot orang lain. Beruntung kasusnya bisa digolongkan cybersquat
sehingga domain carlosslim.com bisa diambil alih. Modusnya memperdagangkan
popularitas perusahaan dan keyword Carlos Slim dengan cara menjual iklan Google
kepada para pesaingnya. Penyelesaian kasus ini adalah dengan menggunakan
prosedur Anticybersquatting Consumer Protection Act (ACPA), memberi hak untuk
pemilik merek dagang untuk menuntut sebuah cybersquatter di pengadilan federal
dan mentransfer nama domain kembali ke pemilik merek dagang. Dalam beberapa kasus,
cybersquatter harus membayar ganti rugi uang.
Untuk
kasus-kasus cybersquatting dengan menggunakan pasal-pasal dalam Kitab
Undang-undang Pidana Umum, seperti misalnya pasal 382 bis KUHP tentang
Persaingan Curang, pasal 493 KUHP tentang Pelanggaran Keamanan Umum Bagi Orang
atau Barang dan Kesehatan Umum, pasal 362 KUHP tentang Pencurian, dan pasal 378
KUHP tentang Penipuan; dan
Pasal 22 dan 60
Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi untuk tindakan domain
hijacking.
Kasus
6 Tentang Perjudian Online :
Perjudian
online, pelaku menggunakan sarana internet untuk melakukan perjudian. Seperti
yang terjadi di Semarang, Desember 2006 silam. Para pelaku melakukan praktiknya
dengan menggunakan system member yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs
itu, atau menghubungi HP ke 0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan
transaki online lewat internet dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola
Liga Inggris, Liga Italia dan Liga Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk
setiap petaruh yang berhasil menebak skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa
mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih. Modus para pelaku bermain judi
online adalah untuk mendapatkan uang dengan cara instan. Dan sanksi menjerat
para pelaku yakni dikenakan pasal 303 tentang perjudian dan UU 7/1974 pasal 8
yang ancamannya lebih dari 5 tahun.
PASAL
303 KUHP Tentang PERJUDIAN
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah,
barang siapa tanpa mendapat izin:
1. dengan sengaja menawarkan atau memberikan
kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian, atau
dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu;
2. dengan sengaja menawarkan atau memberi
kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut
serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan
kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata-cara;
3. menjadikan turut serta pada permainan judi
sebagai pencarian
(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan
tersebut dalam menjalakan pencariannya, maka dapat dicabut hak nya untuk
menjalankan pencarian itu.
(3) Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap
permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada
peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di
situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau
permainanlain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba
atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Kasus
judi online seperti yang dipaparkan diatas setidaknya bisa dijerat dengan 3
pasal dalam UU Informasi dan Transaksi Elektonik (ITE) atau UU No. 11 Tahun
2008.
Selain
dengan Pasal 303 KUHP menurut pihak Kepolisian diatas, maka pelaku juga bisa
dikenai pelanggaran Pasal 27 ayat 2 UU ITE, yaitu “Setiap Orang dengan sengaja
dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan perjudian”. Oleh karena pelanggaran pada Pasal tersebut maka menurut
Pasal 43 ayat 1, yang bersangkutan bisa ditangkap oleh Polisi atau “Selain
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik”.
Sementara
sanksi yang dikenakan adalah Pasal 45 ayat 1, yaitu “Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau
ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Sumber
: Judionlinebsi.blogspot.com
Kasus
7 tentang Mencemarkan diri pribadi orang lain dalam ranah internet :
Prita
Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah Sakit Omni
Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita
tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah
sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta
pihak Rumah Sakitpun tidak memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita.
Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui
surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya.
Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan.
Lalu
RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya
Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu
itupun Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13
Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian
banyak menyedot perhatian publik yang berimbas dengan munculnya gerakan
solidaritas “Koin Kepedulian untuk Prita”. Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu
Prita Mulyasari divonis Bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang. (kasus yang
telah terjerat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat 3 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)).
Kemudian
hampir di akhir tahun 2009 muncul kembali kasus yang terjerat oleh UU No. 11
pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE yang dialami oleh artis cantik kita
yaitu Luna Maya. Kasus yang menimpa Luna Maya kini menyedot perhatian publik.
Apalagi Luna Maya juga sebagai publik figur, pasti akan menimbulkan pro dan
kontra di masyarakat. Kasus ini berawal dari tulisan Luna Maya dalam akun
twitter yang menyebutkan “infotainment derajatnya lebih hina dari pada pelacur
dan pembunuh”. Sebenarnya hal itu tidak perlu untuk ditulis dalam akun
Twitternya, karena hal tersebut terlalu berlebihan apalagi disertai dengan
pelontaran sumpah serapah yang menghina dan merendahkan profesi para pekerja
infotainment. (kasus yang telah terjerat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008,
Pasal 27 ayat 3 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE))
Bunyi
pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama.
Kasus
8 tentang Asusila dalam media elektronik
Aktor
Taura Denang Sudiro alias Tora Sudiro dan Darius Sinathrya, mendatangi Sentra
Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya untuk membuat laporan penyebaran dan
pendistribusian gambar atau foto hasil rekayasa yang melanggar kesusilaan di
media elektronik.
"Saya
membuat laporan, sesuai apa yang saya lihat di media twitter. Sebenarnya, saya
sudah melihat gambar itu bertahun-tahun lalu. Awalnya biasa saja, namun
sekarang anak saya sudah gede, nenek saya juga marah-marah. Padahal sudah
dijelaskan kalau itu adalah editan," ujar Tora, di depan Gedung Direktorat Reserse Kriminal
Khusus, Polda Metro Jaya, Rabu (15/5).
Ia
melanjutkan, pihaknya memutuskan untuk membuat laporan dengan nomor
TBL/1608//V/2013/PMJ/Dit Krimsus, tertanggal 15 Mei 2013, karena penyebaran
foto asusila itu kian ramai dan mengganggu privasinya.
"Saya
merasa dirugikan. Sekarang juga kembali ramai (penyebarannya), Darius juga
terganggu. Akhirnya kami memutuskan untuk membuat laporan. Pelakunya belum tahu
siapa, namun kami sudah meminta polisi untuk menelusurinya," ungkapnya.
Dalam
kesempatan yang sama, Darius, menyampaikan dirinya juga sudah mengetahui
beredarnya foto rekayasa adegan syur sesama jenis itu, sejak beberapa tahun
lalu.
"Sudah
tahu gambar itu, beberapa tahun lalu. Awalnya saya cuek, mungkin kerjaan orang
iseng saja. Namun, sekarang banyak teman-teman di daerah menerima gambar itu
via broadcast BBM. Bahkan, anak kecil saja bisa melihat. Ini yang sangat
mengganggu saya," jelasnya.
Darius
yang merupakan saksi dan korban dalam laporan itu menambahkan, banyak
teman-teman daerah memintanya untuk mengklarifikasi apakah benar atau tidak
foto itu. "Ya, jelas foto ini palsu. Makanya kami laporkan," katanya.
Sementara
itu, Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Audie Latuheru,
menuturkan berdasarkan penyeledikan sementara, disimpulkan jika foto itu
merupakan rekayasa atau editan.
"Kami
baru melakukan penyelidikan awal dan menyimpulkan ini foto editan, bukan foto
asli. Hanya kepala mereka (Tora, Darius dan Mike) dipasang ke dalam gambar
asli, kemudian ditambahkan pemasangan poster Film Naga Bonar untuk menguatkan
karakter itu benar-benar Tora. Selain itu tak ada yang diganti. Editor tidak
terlalu bekerja keras (mengubah), karena hampir mirip gambar asli," paparnya.
Langkah
selanjutnya, kata Audie, pihaknya bakal segera melakukan penelusuran terkait
siapa yang memposting gambar itu pertama kali.
"Kami
akan mencoba menelusuri siapa yang mengedit dan memposting gambar itu pertama
kali. Ini diedit kira-kira 3 tahun lalu, tahun 2010. Kesulitan melacak memang
ada, karena terkendala waktu yang sudah cukup lama. Jika pelaku tertangkap, ia
bakal dijerat Pasal 27 Ayat (1) Jo Pasal 45 Ayat (1) UU RI 2008, tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik," tegasnya.
Diketahui,
sebuah foto rekayasa adegan syur sesama jenis yang menampilkan wajah Tora
Sudiro, Darius Sinathrya dan Mike (mantan VJ MTV), beredar di dunia maya.
Nampak adegan oral seks di dalam foto itu.
Sumber
: http://www.beritasatu.com/hiburan/113924-tora-dan-darius-laporkan-penyebar-foto-rekayasa-adegan-syurnya-ke-polisi.html
Kasus
9 tentang Pencemaran nama baik di media elektronik
Suami
Inggrid Kansil, Syarief Hasan tak main-main dengan kicauan yang dilontarkan TrioMacan2000
di Twitter. Berbagai pasal sudah disiapkan polisi untuk menjerat pemilik akun
anonim tersebut.
"Saya
secara resmi melaporkan akun TrioMacan2000 yang telah mencemarkan nama baik
saya dan keluarga dengan melakukan kejahatan elektronik informasi
teknologi," tandas Syarief
usai membuat laporan di Polda Metro Jaya, Kamis (16/5) petang.
Dalam
laporannya, Menteri Koperasi dan UKM itu membawa bukti berupa print-out kicauan
TrioMacan2000 di Twitter. "Saya ingin buktikan secara clear, bahwa ini
betul-betul fitnah. Dan ini kita harus berantas dan lawan," sebut dia.
TrioMacan2000
dilaporkan dengan pasal berlapis yaitu pasal 310, 311 KUHP dan 27 UU ITE
tentang fitnah dan pencemaran nama baik. "Hukumannya 6
tahun," tegas Syarief.
Syarief
mengaku terpaksa menempuh kasus ini hingga ke Polda Metro Jaya. Ia berharap, ke
depannya tak ada lagi kasus serupa seperti yang menimpa keluarganya.
"Ini
kan merusak nama baik saya dan keluarga, menyebarkan fitnah. Ini tidak boleh
terjadi. Saya harap saya dan keluarga yang terakhir. Pihak kepolisian akan
tuntut sampai tuntas. Apalagi saya dengar ini mudah dilacak," tutup Syarief.
Sumber: http://showbiz.liputan6.com/read/588506/fitnah-inggrid-kansil-triomacan2000-dituntut-6-tahun-penjara
Kasus
10 tentang penipuan loker pada media elektronik
Pada
awal bulan Desember 2012 tersangka MUHAMMAD NURSIDI Alias CIDING Alias ANDY
HERMANSYAH Alias FIRMANSYAH Bin MUHAMMAD NATSIR D melalui alamat websitehttp://lowongan-kerja.tokobagus.com/hrd-rekrutmen/lowongan-kerja-adaro-indonesia4669270.html mengiklankan
lowongan pekerjaan yang isinya akan menerima karyawan dalam sejumlah posisi
termasuk HRGA (Human Resource-General Affairs) Foreman dengan menggunakan nama
PT. ADARO INDONESIA.
Pada
tanggal 22 Desember 2012 korban kemudian mengirim Surat Lamaran Kerja, Biodata
Diri (CV) dan pas Foto Warna terbaru ke email hrd.adaro@gmail.com milik
tersangka, setelah e-mail tersebut diterima oleh tersangka selanjutnya
tersangka membalas e-mail tersebut dengan mengirimkan surat yang isinya
panggilan seleksi rekruitmen karyawan yang seakan-akan benar jika surat
panggilan tersebut berasal dari PT. ADARO INDONESIA, di dalam surat tersebut
dicantumkan waktu tes, syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh korban,
tahapan dan jadwal seleksi dan juga nama-nama peserta yang berhak untuk
mengikuti tes wawancara PT. ADARO INDONESIA, selain itu untuk konfirmasi korban
diarahkan untuk menghubungi nomor HP. 085331541444 via SMS untuk konfirmasi
kehadiran dengan formatADARO#NAMA#KOTA#HADIR/TIDAK dan dalam surat tersebut
juga dilampirkan nama Travel yakni OXI TOUR & TRAVEL untuk melakukan
reservasi pemesanan tiket serta mobilisasi (penjemputan peserta di bandara
menuju ke tempat pelaksanaan kegiatan) dengan penanggung jawab FIRMANSYAH,
Contact Person 082 341 055 575.
Selanjutnya
korban kemudian menghubungi nomor HP. 082 341 055 575 dan diangkat oleh
tersangka yang mengaku Lk. FIRMANSYAH selaku karyawan OXI TOUR & TRAVEL
yang mengurus masalah tiket maupun mobilisasi (penjemputan peserta di bandara
menuju ke tempat pelaksanaan kegiatan) PT. ADARO INDONESIA telah bekerja sama
dengan OXI TOUR & TRAVEL dalam hal transportasi terhadap peserta yang lulus
seleksi penerimaan karyawan, korbanpun kemudian mengirimkan nama lengkap untuk
pemesanan tiket dan alamat email untuk menerima lembar tiket melalui SMS ke
nomor HP. 082 341 055 575 sesuai dengan yang diminta oleh tersangka, adapun
alamat e-mail korban yakni lanarditenripakkua@gmail.com.
Setelah
korban mengirim nama lengkap dan alamat email pribadi, korban kemudian mendapat
balasan sms dari nomor yang sama yang berisi total biaya dan nomor rekening.
Isi smsnya adalah “Total biaya pembayaran IDR 2.000.00,- Silakan transfer via
BANK BNI no.rek:0272477663 a/n:MUHAMMAD FARID” selanjutnya korbanpun kemudian
mentransfer uang sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk pembelian
tiket, setelah mentransfer uang korban kembali menghubungi Lk. FIRMANSYAH untuk
menanyakan kepastian pengiriman tiketnya, namun dijawab oleh tersangka jika
kode aktivasi tiket harus Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Polisi,
Endi Sutendi mengatakan bahwa dengan adanya kecurigaan setelah tahu jika
aktivasinya dilakukan dengan menu transfer. Sehingga pada hari itu juga Minggu
tanggal 23 Desember 2012 korban langsung melaporkan kejadian tersebut di SPKT
Polda Sulsel. Dengan Laporan Polisi Nomor : LP / 625 / XII / 2012 / SPKT,
Tanggal 23 Desember 2012, katanya.
Menurut
Endi adapun Nomor HP. yang digunakan oleh tersangka adalah 082341055575
digunakan sebagai nomor Contact Person dan mengaku sebagai penanggung jawab OXI
TOUR & TRAVEL, 085331541444 digunakan untuk SMS Konfirmasi bagi korban dan
02140826777 digunakan untuk mengaku sebagai telepon kantor jika korban meminta
nomor kantor PT. ADARO INDONESIA ataupun OXI TOUR & TRAVEL, paparnya.
Sehingga
Penyidik dari Polda Sulsel menetapkan tersangka yakni MUHAMMAD NURSIDI
Alias CIDING Alias ANDY HERMANSYAH Alias FIRMANSYAH Bin MUHAMMAD NATSIR D, (29)
warga Jl. Badak No. 3 A Pangkajene Kab. Sidrap. dan Korban SUNARDI H Bin
HAWI,(28)warga Jl. Dg. Ramang Permata Sudiang Raya Blok K. 13 No. 7
Makassar. Dan menurut Endi pelaku dijerat hukuman Pasal 28 ayat (1) Jo.
Pasal 45 ayat (2) UU RI No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektonik Subs. Pasal 378 KUHPidana.
SUMBER :
http://etikanama.blogspot.com/2013/05/contoh-kasus-cyber-crime-di-indonesia.html