Minggu, 20 April 2014

"Disiplin Dalam Belajar"


Disiplin merupakan kata yang tidak asing, sering ditakuti, terkadang memang terdengar membosankan sehingga kedisiplinan sering dilanggar, bahkan sering dianggap sebagai hukuman.
Namun jika dilihat dari perspektif yang berbeda, disiplin yang berasal dari kata discere, memiliki arti belajar. Jadi disiplin berarti belajar. Seorang guru atau orang tua yang mendisiplinkan anak didiknya, maka guru atau orang tua tersebut memberi pelajaran kapada anak didiknya.
          Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah disiplin merupakan ketaatan atau kepatuhan terhadap tata tertib atau peraturan yang berlaku dan dibuat oleh suatu golongan atau kelompok, maupun aturan tang dibuat sendiri. Mendisiplinkan juga berarti mengembalikan yang salah kepada sesuatu yang benar dan tertib. Disiplin dengan ketertiban, jika dilihat secara awam, merupakan dua hal yang hamper sama. Tetapi secara harafiah, keduanya merupakan dua hal yang berurutan. Artinya, disiplin akan terbentuk jika ada tata tertib (ketertiban) yang dibuat dan disepakati. Jadi ketertiban itulan yang membentuk kedisiplinan (disiplin).

Memperhatikan pendapat Reisman dan Payne dalam Mulyasa (2004:21) dapat dikemukakan Sembilan strategi untuk mendisiplinkan peserta didik, sebagai berikut.

1.            Konsep diri atau self-concept, strategi ini menekankan bahwa konsep diri masing-masing individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peserta didik dapat mengeksporasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah.
2.            Keterampilan berkomunikasi atau communication skill, guru harus memiiki keterampilan daam berkomunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.
3.            Konsekuensi logis dan alami atau natural and logical consequence, Perilaku yang salah terjadi karena peserta didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Untuk itu guru disarankan menunjukkan secara tepat tujuan perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didik daam mengatasi perilakunya, dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.
4.            Klarifikasi nilai atau values clarification, strategi ini dilakukan untuk membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk system nilainya sendiri.
5.            Analisis transaksional atau transactional analysis, disarankan agar guru belajara sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah.
6.            Terapi realistis atau reality therapy, sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Dalam hal ini guru harus bersikap positif dan bertanggung jawab.
7.            Disipin yang terintegrasi atau assertive discipline, metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan. Prinsip-prinsip modifikasi perilaku yang sistematik diimplementasikan di kelas, termasuk pemanfaatan papan tulis untuk menuliskan nama-nama peserta didik yang berperilaku menyimpang.
8.            Modifikasi perilaku atau behavior modification, perilaku salah yang disebabkan oleh lingkungan, sebagai tindakan remidiasi. Sehubungan dengan ha tersebut, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif.
9.            Tantangan bagi disiplin atau dare to discipline, guru diharapkan cekatan, sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan mereka mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin






Tidak ada komentar:

Posting Komentar